source:dictio community
URGENSI AGAMA DALAM KEHIDUPAN
- Pendahuluan
Ketika sesorang mulai menyadari eksistensi dirinya, maka timbullah tanda tanya dalam hatinya sendiri tentang banyak hal. Dalam lubuk hati yang dalam , memancar kecenderungan untuk tahu berbagai rahasia yang masih merupakan misteri yang terselubung. Pertanyaan-pertanyaan itu antara lain; dari mana saya ini, Mangapa saya tiba-tiba ada, hendak kemana saya dan bisikan lainnya.
Dari arus pertanyaan yang mengalir dalam bisikan hati itu, terdapat suatu cetusan yang mempertanyakan tentang Penguasa Tertingi di alam raya ini yang harus terjawab. Ketika pandangan di arahkan ke hamparan langit biru, maka hatipun bergetar, siapa yang menata dan membangunnya sedemikian kekar dan indahnya. Begitu pula ketika malam kelam membelam, langit dihiasi dengan pesta cahaya bulan dan bintang, mengalirlah perasaan romantis mengaguminya. Tetapi dibalik kekaguman akan romantika itu, hati mencoba menelusuri siapa Dia yang menempatkan letak-letak bintang itu begitu permai, serasi dan memukau.
Tatkala sesorang beranjak lebih dewasa dan mengenyam lebih banyak lagi pengalaman, maka kecenderungan untuk ingin tahu itu lebih keras lagi. Nampak kian banyak misteri yang terselubung di balik kehidupan ini. Banyak keinginan tidak selamanya terpenuhi, Sebaliknya banyak kejadian yang mendadak tak diduga sebelumnya terjadi. Maka siapakah penguasa di balik iradah dan kemempuan insan yang terbatas itu?[1]
- Agama dan pengertiannya
Agama atau ad-dien dalam bahasa arabnya adalah : “Keyakinan (keimanan)
tantang suatu dzat ketuhanan (Ilahiyah) yang pantas untuk menerima ketaatan
dan ibadah”. Ini adalah definisi secara umum. Karenanya semua keyakinan
tentang dzat ketuhanan disebut agama, walaupun itu murni hasil “kreatifitas”
otak manusia.
Agama menurut Kamus Besar bahasa Indonesia adalah Sistem, prinsip kepercayaan kepada Tuhan dengan ajaran-ajaran dan kewajiban-kewajiban yang telah bertalian dengan kepercayaan itu.
Dalam masyarakat Indonesia selain dari kata agama dikenal pula kata din ( ) dari bahasa Arab. Pendapat yang menyatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci. Dan agama-agama memang mempunyai kitab-kitab suci, selanjutnya dikatakan lagi bahwa agama berarti tuntutan. Memang agama mengandung ajaran-ajaran yang menjadi tuntunan hidup bagi penganutnya.
Din dalam bahasa semik berarti undang-undang atau hukum, dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan, kebiasaan. Agama lebih lanjut lagi membawa kewajiban-kewajiban yang kalau tidak dijalankan oleh seseorang menjadi hutang baginya. Paham kewajiban dan kepatuhan membawa pula kepada paham batasan baik dari Tuhan yang tidak menjalankan kewajiban dan tidak patuh akan mendapat balasan yang tidak baik.
Adapun kata religi berasa dari bahasa latin menurut satu pendapat demikian Harun Nasution mengatakan, bahwa asal kata religi adalah relegre yang mengandung arti mengumpulkan dan membaca. Pengertian demikian itu juga sejarah dengan isi agama yang mengandung kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan yang berkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Tetapi menurut pendapat lain, kata itu berasal dari kata religere yang berarti mengikat ajaran-ajaran agama memang mengikat manusia dengan Tuhan.
Dari beberapa defenisi tersebut, akhirnya Harun Nasution mengumpulkan bahwa inti sari yang terkandung dalam istilah-istilah diatas ialah ikatan agama memang mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia manusia. Ikatan ini mempunyai pengaruh besar sekali terhadap kehidupannya sehari-hari. Ikatan itu berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia, ikatan ghaib yang tidak dapat ditangkap oleh panca indra.
Adapun pengertian agama segi istilah dikemukakan sebagai berikut Elizabet K. Nottinghan dalam bukunya agama dan masyarakat berpendapat bahwa agama adalah gejala yang begitu sering terdapat dimana-mana sehingga sedikit membantu usaha-usaha kita untuk menjual abstraksi ilmiah. Lebih lanjut Noktingham mengatakan bahwa agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna ari keberadaannya sendiri dan keberadaan alam semesta. Agama kerap menimbulkan khayalan yang paling luas dan juga digunakan untuk membenarkan kekejaman orang yang luar biasa terhadap orang lain. Agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang paling sempurna dan juga merasakan takut dan ngeri. Sementara itu Durkheim mengatakan bahwa agama adalah patulan dari solidaritas sosial.
Sementara itu Elizabet K. Nottingham yang pendapatnya tersebut tampak menunjukkan pada realitas bahwa dia melihat pada dasarnya agama itu bertujuan untuk mengangkat harkat dan martabat manusia dengan cara memberikan suasana batin yang nyaman dan menyejukkan, tapi juga agama terkadang disalah gunakan oleh penganutnya untuk tujuan-tujuan yang merugikan orang lain. Misalnya, dengan cara memutar balikkan interpretasi agama secara keliru dan berujung pada tercapainya tujuan yang bersangkutan.
Selanjutnya karena demikian banyaknya defenisi sekarang agama yang demikian para ahli. Harun Nasution mengatakan dapat diberi defenisi sebagai berikut:
- Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan ghaib yang harus dipatruhi.
- Pengakuan terhadap adanya kekuatan ghaib yang menguasai manusia.
- Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada diluar diri manusia yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.
- Kepercayaan pada suatu kekuatan ghaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.
- Suatu system tingkah laku (code of conduct) yang berasal di kekuatan ghaib.
- Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan ghaib.
- Pemujaan terhadap kekuatan ghaib yang timbul dan perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.
- Ajaran yang dianutnya Tuhan kepada manusia melalui seorang rasul.
Berdasarkan uraian tersebut kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa agama adalah ajaran yang berasal dan Tuhan atau hasil renungan manusia yang terkandung dalam kitab suci yang turun temurun diwariskan oleh suatu generasi kegenerasi dengan tujuan untuk memberi tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia agar mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, yang didalamnya mencakup unsur emosional dan kenyataan bahwa kebahagiaan hidup tersebut bergantung pada adanya hubungan yang baik dengan kekuatan ghaib tersebut.
Menurut Muhmud Syaltut yang dikutip oleh Muhammad Qurais Shihab, bahwa Agama adalah ketetapan-ketetapan Ilahi yang diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup manusia. Sementara itu menurut Muhammad Abdullah Badran, dalam bukunya Al-Madkhal ila Al-Adyan, Agama adalah ”hubungan antara dua pihak dimana yang pertama mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada yang kedua”.
Jadi dengan demikian, agama adalah ”Hubungan antara makhluk dan Khaliq-Nya”. Hubungan ini terwujud dalam sikap bathinnya serta tampak dalam ibadah yang dilakukannya dan tercermin pula dalam sikap kesehariannya.
- Benih timbulnya agama
Berbagai macam pandangan yang mengemukakan tentang benih timbulnya agama dalam jiwa manusia. Ada yang berpendapat bahwa benihnya adalah rasa takut yang kemudian melahirkan pemberian sesajen kepada yang diyakini memiliki kekuatan yang menakutkan.
Freud, seorang ahli jiwa berpendapat bahwa benih agama muncul dari kompleks Oedipus. Mula-mula seorang anak merasakan dorogan seksual terhadap ibunya yang pada akhirnya membunuh ayahnya sendiri, karena sang ayah merupakan penghalang bagi tercapainya tujuan tersebut. Namun pembunuhan tersebut telah melahirkan penyesalan di dalam jiwa sang anak, sehingga lahirlah penyembahan terhadap ruh sang ayah. Dari sinilah bermula rasa agama dalam jiwa manusia.
Sementara itu para tokoh dan fakar agama Islam berpendapat bahwa benih agama muncul dari penemuan manusia terhadap kebenaran, keindahan, dan kebaikan. Seperti ketika Nabi Adam sebagai manusia pertama yang diperintahkan Allah SWT turun ke bumi dan diberi pesan untuk mengikuti petunjuk-Nya. Petunjuk tersebut yang melahirkan agama adalah ketika Nabi Adam dalam perjalannanya ke bumi menemukan keindahan alam raya, pada bintang yang gemerlapan, bunga yang mekar, dan sebagainya. Dan ditemukannya kebaikan pada angin sepoi yang menyegarkan di saat ia merasa gerah kepanasan atau pada air yang sejuk dikala ia sedang kehausan. Kemudian ia juga menemukan kebenaran dalam ciptaan Tuhan yang terbentang luas di alam raya dan di dalam dirinya sendiri. Gabungan ketiga hal inilah yang melahirkan Kesucian. Manusia memiliki naluri ingin tahu, berusaha untuk mendapatkan apakah yang paling indah, paling baik dan paling benar? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini akan mengantarkan jiwa dan akalnya bertemu dengan yang Mahasuci dan ketika itu ia akan berusaha untuk berhubungan dengan-Nya, berusaha untuk mencontoh sifat-sifat-Nya. Dari sinilah agama lahir.
- Perlukah beragama?
Mengapa manusia perlu beragama? Dan apa pula hakikat agama itu? Jawaban
kedua pertanyaan ini seharusnyta diajukan oleh tiap orang yang memeluk
sebuah agama. Tapi barangkali hanya sedikit orang yang mengetahui dengan
tepat apa itu agama dan mengapa ia beragama. Karenanya tak mengherankan jika
banyak pula orang yang mengaku memeluk suatu agama namun ia tak tahu
bagaimana ia mengamalkan agamnya.
Sekurang-kurangnya ada alasan yang melatar belakangi perlunya manusia terhadap agama. Alasan tersebut secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut.
- Latar Belakang Fitrah Manusia
Dalam bukunya berjudul prospektif manusia dan agama, Murthada Muthahhari mengatakan bahwa disaat berbicara tentang para Nabi as. Menyebutkan bahwa mereka diutus untuk mengingat manusia kepada manusia yang telah diikat oleh fitrah manusia, yang kelak mereka akan dituntut untuk memenuhinya. Perjanjian itu tidak dicatat diatas kertas melainkan dengan pena ciptaan Allah dipermukaan terbesar dan lubuk fitrah manusia, dan diatas permukaan hati nurani serta dikedalaman perasaan batiniah.
Kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan tersebut buat pertama kali ditegaskan kepada agama islam, yakni bahwa agama adalah kebutuhan fitri manusia, sebelumnya, manusia belum mengenal kenyataan ini. Baru dimasa akhir-akhir ini muncul beberapa orang yang menyerukan dan mempopulerkannya. Fitri keagamaan yang ada pada diri manusia inilah yang melatar belakangi perlunya manusia kepada agama, oleh karenanya ketika datang wahyu Tuhan yang menyeru manusia agar beragama, maka seruan tersebut memang amat sejalan dengan fitrahnya hal tersebut.
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (Q.S. Ar-Ruum; 30)
Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.
Setiap ciptaan Allah mempunyai fitrahnya sendiri-sendiri jangankan Allah sedang manusia saya membuat sesuatu itu dengan fitrahnya sendiri-sendiri .
Kesimpulannya bahwa latar belakang perlunya manusia pada agama adalah karena dalam diri manusia sudah terdapat potensi untuk beragama. Potensi yang beragama ini memerlukan pembinasaan, pengarahan, pengambangan dan seterusnya dengan cara mengenalkan agama kepadanya.
- Kelemahan dan Kekurangan Manusia.
Faktor lainnya yang melatar belakangi manusia memerlukan agama adalah karena disamping manusia memiliki berbagai kesempurnaan juga memiliki kekurangan.
Walaupun manusia itu dianggap sebagai makhluk yang terhebat dan tertinggi dari segala makhluk yang ada di alam ini, akan tetapi mereka mempunyai kelemahan dan kekurangan karena terbatasnya kemampuan M. abdul alim Shaddiqi dalam bukunya “Quesk For True Happines” menyatakan bahwa keterbatasan manusia itu terletak pada pengetahuannya hanyalah tentang apa yang terjadi sekarang dan sedikit tentang apa yang telah izin. Adapun tentang masa depan yang sama sekali tidak tahu, oleh sebab itu kata beliau selanjutnya hukum apa sajapun yang dapat dibuat oleh manusia tentang kehidupan insani adalah berdasarkan pengalaman masa lalu. Selanjutnya dikatakan disamping itu manusia menjadi lemah karena di dalam dirinya ada hawa nafsu yang selain mengajak kepada kejahatan, sesudah itu ada lagi iblis yang selain berusaha menyesatkan manusia dari kebenaran dan kebaikan. Manusia hanya dapat melawan musuh-musuh ini ialah dengan senjata agama.
Allah menciptakan manusia dan berfirman “bahwa manusia itu telah diciptakan-nya dengan batas-batas tertenu dan dalam keadaan lemah.
“Sesungguhnya tiap-tiap sesuatu (terasuk manusia) telah kami ciptakan dengan ukuran (batas) tertentu (QS. Al-Qomar : 49)
Untuk mengatasi kelemahan-kelemana dirinya itu dan keluar dari kegagalan-kegagalan tersebut tidak ada jalan lain kecuali dengan wahyu akan agama.
- Tantangan Manusia
Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah karena manusia adalah karena manusia adalah dalam kehidupan senantiasa menghadapi berbagai tantangan baik dari dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan dari hawa nafsu dan bisikan syetan sedangkan tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupa ingin memalingkan manusia dari Tuhan. Mereka dengan rela mengeluarkan biaya, tenaga, dan pikiran yang dimanipestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yang didalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari keluhan.
Orang-orang kafir itu sengaja mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk mereka gunakan agar orang mengikuti keininannya, berbagai bentuk budaya, hiburan, obat-obatan terlarang dan sebagainya dibuat dengan sengaja. Untuk itu upaya untuk mengatasinya dan membentengi manusia adalah dengan mengejar mereka agar taat menjalankan agama. Godaan dan tantangan hidup demikian itu saat ini semakin meningkat sehingga upaya mengamankan masyarakat menjadi penting .
- Bagaimana informasi keagamaan diterima Manusia
Manusia lahir tanpa mengetahu sesuatu, ketika itu yang diketahuinya adalah “Saya tidak tahu”. Tetapi kemudian dengan pancaindra, akal, dan jiwanya, sedikit demi sedikit pengetahuannya bertambah. Dengan mencoba-coba, pengamatan, pemikiran yang logis dan pengalamannya, ia menemukan pengetahun, namun demikian, keterbatasan panca indra dan akal menjadikan sekian banyak tanda Tanya yang muncul dalam benaknya yang tidak terjawab. Hal ini menunjukkan bahwa manusia memiliki naluri ingin tahu.
Kalau demikian, manusia membutuhkan informasi tentang apa yang diketahuinya itu, khusunya dalam hal-hal yang sangat mendesak yang mengganggu ketenangan jiwanya atau menjadi syarat bagi kebahagiaannya.
Menurut Quraish Shihab, ada dua jalur informasi keagamaan ini dapat diperoleh manusia, yakni pertama, melalui jalur ilmu pengatahuan dan filsafat, dan jalur kedua melalui jalur agama atau yang lebih dikenal dengan wahyu.
DAFTAR PUSTAKA
Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur’an; Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung; PT Mizan Pustaka, 2009),
Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Semarang;Widya Karya, 2009)
https://relegionstudi.blogspot.com/2013/09/urgensi-agama-dalam-kehidupan.html